TAN MALAKA
PAHLAWAN DENGAN
STRATEGI REVOLUSIONER
oleh
VENY
TIOANAH
17111907
3KA43
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
TAN MALAKA
PAHLAWAN DENGAN STRATEGI REVOLUSIONER
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan
Malaka (lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 –
wafat di Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada umur 51 tahun adalah seorang aktivis
pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin komunis, dan politisi yang
mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini
banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia
dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.
Dia kukuh mengkritik
terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di
bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan
komunis, ia juga sering terlibat konflik dengan kepemimpinan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Tan Malaka menghabiskan
sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak
henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan
sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat
memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan komunis
internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan
sebagai “Pahlawan revolusi nasional” melalui ketetapan parlemen dalam sebuah
undang-undang tahun 1963.
Riwayat
§
Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.
§
Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru
disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan
perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada
diri Tan Malaka muda.
§
Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan
mulai terjun ke kancah politik
§
Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka diangkat sebagai
pimpinan partai.
§
Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
§
Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke
Berlin, Moskwa dan Belanda.
§
Tan Malaka pernah menulis brosur bertajuk "Soviet atau Parlemen" yang berisikan pandangannya
mengenai kedua bentuk pemerintahan tersebut dan dimuat dalam majalah Soeara
Ra'jat (Suara Rakyat). Pemikirannya juga dituangkan dalam sejumlah buku seperti
: Dari Penjara ke Penjara, Komunisme di Jawa (1922), Kuli Kontrak (1923), Naar
de Republiek (1925). Buku berjudul Madilog yang merupakan akronim dari
materialisme, dialektika, logika, juga lahir dari tangan dinginnya antara tahun
1942 dan 1943.
Perjuangan
Tan Malaka juga seorang
pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia
dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di
Sumatera Barat.
Tan Malaka diduga kuat
sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946
oleh “sekelompok orang tak dikenal” di Surakarta sebagai akibat perbedaan
pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.
Pada tahun 1921 Tan
Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik dengan semangat yang berkobar
dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis.
Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai
pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga
merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi
anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang
kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis,
keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun
pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga
mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu Tan
Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak
anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan :
1. Memberi banyak jalan
(kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung,
menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain).
2. Memberikan kebebasan
kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk
perkumpulan-perkumpulan
3. Memperbaiki nasib kaum
miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi
sekolah. Sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama
semakin besar.
Perjuangan Tan Malaka
tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu,
tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang
dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan
aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang
ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang
diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan
Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk
mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti
menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk
berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan Malaka
dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak
untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk
mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah
kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar,
program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti
yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis
dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat
dari keanggotaannya di PKI.
Sebagai seorang pemimpin
yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada
pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian
memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.
Pemberontakan 1926 yang
direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan
nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya
merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di
Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat
mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang
disiksa, ada yang dibunuh dan ditahan.
Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan
dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang
melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan
yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama
bertahun-tahun.
Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu
itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu,
bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan
berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka
telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang
intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali
di Kowloon, Hong Kong, April 1925.
Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya “Tan
Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar : “Tak ubahnya daripada
Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum
kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum
revolusi Philippina pecah.”
Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan
penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di
dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus
pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir
Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa
itu.
Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat
parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville
1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana
Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7
November 1948 di Yogyakarta.
Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan
Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah
perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur.
Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze,
seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada
tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan,
Divisi Brawijaya.
Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda
untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis
hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung
Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21
Februari 1949.
Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53,
yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka
adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.
Harry Poeze telah menemukan lokasi tewasnya Tan
Malaka di Jawa Timur berdasarkan serangkaian wawancara yang dilakukan pada
periode 1986 sampai dengan 2005 dengan para pelaku sejarah yang berada bersama-sama
dengan Tan Malaka tahun 1949. Dengan dukungan dari keluarga dan lembaga
pendukung Tan Malaka, sedang dijajaki kerja sama dengan Departemen Sosial
Republik Indonesia untuk memindahkan kuburannya ke Taman Makam Pahlawan
Kalibata. Tentu untuk ini perlu tes DNA tetapi, Depsos dan Pemerintah Provinsi
Jatim harus segera melakukannya sebelum masyarakat setempat secara sporadis
menggali dan mungkin menemukan tulang belulang kambing yang bisa diklaim
sebagai kerangka jenazah sang pahlawan nasional.
Tidak kurang dari 500 kilometer jarak ditempuh
ribuan orang selama dua bulan dari Madiun ke arah Pacitan, lalu ke Utara,
sebelum akhirnya mereka, antara lain Amir Sjarifuddin, ditangkap di wilayah
perbatasan yang dikuasai tentara Belanda. Ia juga menemukan arsip menarik
tentang Soeharto. Selama ini sudah diketahui bahwa Soeharto datang ke Madiun
sebelum meletus pemberontakan. Soemarsono berpesan kepadanya bahwa kota itu
aman dan agar pesan itu disampaikan kepada pemerintah. Poeze menemukan sebuah
arsip menarik di Arsip Nasional RI bahwa Soeharto pernah menulis kepada “Paduka
Tuan” Kolonel Djokosoejono, komandan tentara kiri, agar beliau datang ke Yogya
dan menyelesaikan persoalan ini. Soeharto menulis “Saya menjamin keselamatan
Pak Djoko”. Dokumen ini menarik karena ternyata Soeharto mengambil inisiatif
sendiri sebagai penengah dalam peristiwa Madiun. Harry Poeze telah menemukan
lokasi tewasnya Tan Malaka di Jawa Timur. Lokasi tempat Tan Malaka disergap dan
kemudian ditembak adalah Dusun Tunggul, Desa Selopanggung, di kaki Gunung Wilis.
Madilog
Madilog menampilkan cara berpikir baru untuk melawan cara
berpikir lama yang dipengaruhi oleh takhayul atau mistik yang menyebabkan orang
menyerah pada keadaan atau menyerah pada alam.
Madilog merupakan istilah baru dalam cara
berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan
metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian
dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu
bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind),
kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam,
benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan
yang pertama.
Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika)
yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara
rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara
konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya
dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.
Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya
didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi
nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan
pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang
sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik
Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.
Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi
semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan
sampai kemiliteran (Gerpolek yaitu Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka
akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah
kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta
perjuangannya.
Kesimpulan Mengenai Pahlawan Nasional Tan Malaka.
Mengapa
saya memilih Tan Malaka sebagai salah satu pahlawan nasional untuk diceritakan?
Saya menyukai sosok Tan Malaka walaupun dia pernah menjadi seorang pemimpin Partai
Komunis, tetapi saya melihat dari sisi baik dia lainnya. Tan Malaka adalah
sosok laki-laki hebat, cerdas dan modern dalam cara berpikir dan tindakan yang
diambilnya. Tan Malaka adalah seorang pahlawan nasional yang produktif
menuangkan pemikirannya lewat tulisan untuk media massa, brosur bahkan buku. Ia
banyak menulis artikel yang dimuat dalam surat kabar berbahasa Belanda.
Bukti
kecerdasan Tan Malaka seorang laki-laki dari Pandan Gadang salah satunya adalah
beliau sekolah di sekolah pendidikan guru, kemudian setelah lulus dari
sekolahnya ia mengajar. Selain mengajar, Tan Malaka juga mempunyai hati yang
baik. Niatnya mendirikan sekolah dengan tujuan memperbaiki kaum miskin dengan memberikan
banyak jalan kepada murid-muridnya untuk mendapatkan mata pencaharian dari
berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, berbahasa asing misalnya bahasa Melayu,
bahasa Belanda, Jawa dan lainnya. Perjuangan Tan Malaka sangat hebat, bukan
hanya usahanya untuk mencerdaskan anak bangsa Indonesia, tetapi Tan Malaka juga
melawan ketidak adilan. Bahkan, Bung Karno terkesan dengan strategi
revolusioner, terutama penekanannya pada mobilisasi umum dan persatuan
nasional. Bung Karno pun menyatakan keinginannya agar strategi Tan Malaka itu
dijadikan pedoman perjuangan bila ia dan Bung Hatta ditangkap oleh tentara
Inggris.
Referensi
Komentar
Posting Komentar